TRIBUNSHOPPING.COM - Di tengah pesona alam Karanganyar yang asri, terdapat sebuah desa yang menyimpan kekayaan budaya tak ternilai yang ada di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih.
Desa Girilayu ini juga dikenal sebagai Kampung Batik Girilayu.
Desa Girilayu menjadi tempat di mana tradisi membatik telah diwariskan secara turun-temurun, bahkan sejak era Mangkunegaran.
Salah satu pelaku usaha yang turut melestarikan dan mengembangkan warisan budaya ini adalah Reni Suprihatin, pemilik Batik Tresno Dharma.
Baca juga: Batik Gunawan Setiawan, Menjaga Warisan Batik Solo dengan Sentuhan Kualitas dan Keindahan
Reni Suprihatin, pemilik Batik Tresno Dharma yang berusia 32 tahun ini memulai perjalanan membatiknya sejak usia sekolah dasar (SD).
Berbekal pengalaman sebagai pengrajin batik di Solo dan Sukoharjo, Reni memutuskan untuk mendirikan usaha batiknya sendiri pada tahun 2018.
Reni menceritakan bagaimana latar belakang usaha batiknya yang berasal dari pengalamannya sebagai pengrajin.
"Latar belakangnya sih (saya) dari pengrajin di Solo, sekarang buat usaha batik," ungkap Reni.
Sejak kecil, ia telah akrab dengan dunia membatik, mengikuti jejak keluarganya yang telah lama berkecimpung dalam industri ini.
Tentu saja keputusan ini dilatarbelakangi oleh keinginannya untuk menciptakan karya yang mencerminkan identitas dan kreativitasnya sendiri.
Ciri Khas Batik Tresno Dharma

Berbeda dengan motif batik pada umumnya yang berwarna gelap, Batik Tresno Dharma dikenal dengan motif dan warna yang khas.
Baca juga: Batik Printing Nusantaraart Laweyan, Produk Unik dan Dapat Disesuaikan dengan Kebutuhan Pelanggan
Reni berinovasi dengan menciptakan batik selain motif klasik yang telah diwariskan dari nenek moyangnya ada juga batik dengan desain kontemporer hasil kreasinya sendiri.
"Kalau batik motif klasik biasanya udah pakem. Tpi kalau desain baru, biasanya buat sendiri," jelasnya.
Di Batik Tresno Dharma, Reni menciptakan warna-warna cerah dan teknik gradasi menjadi ciri khas batik buatannya, memberikan nuansa segar namun tetap menghormati tradisi.
"Teknik penciptaan batiknya saya menggunakan teknik gradasi. Dalam proses pewarnaannya ada warna muda dan warna tua yang kemudian dicampur," jelas Reni.
Sementara itu, dari segi desain yang dibuat sendiri, Reni mengatakan bahwa motifnya adalah kontemporer sehingga tidak ada makna tertentu.
"Kalau motif yang saya buat sendiri itu kontemporer kak, jadi tidak ada makna yang tertentu," ujarnya.
Meski demikian, tak menutup kemungkinan bahwa ia menerima pemesanan desain yang biasanya dipesan sesuai daerah masing-masing.
"Tapi biasanya ada ciri khas daerah yang dipesan, seingga bisa by request," jelasnya.
Baca juga: Koleksi Unggulan Batik Saraswati, Kebaya Modern, Nyaman, dan Fleksibel untuk Setiap Kesempatan
Proses Pembuatan Batik

Untuk proses pembuatan batik di Batik Tresno Dharma dimulai dengan penyediaan kain, seperti primis, prima, primis sandforidz, dan sutera.
Reni menceritakan bagaimana proses pembuatan batik secara garis besar.
"Pertama, menyediakan kain. Kemudian setelah it menyiapkan pola yang akan dibuat," jelas Reni.
Setelah itu, pola digambar di atas kain, kemudian dilakukan proses membatik dengan malam lilin dan pewarnaan.
"Setelah (ada) pola di atas kainnya, lalu dibatik pertama. Setelah itu diwarna," tutur Reni.
Lama proses pembuatan untuk motif sederhana, proses ini memakan waktu sekitar satu minggu.
Namun, untuk motif yang lebih kompleks, bisa memakan waktu hingga satu bulan.
"Kalau motifnya penuh itu satu bulanan. Soalnya proses pencelupan sampai dua kali," kata Reni.
Tantangan dan Strategi Pemasaran
Di tengah berkembangnya mode, tentu saja, ada tantangan tersendiri dalam menjalankan usaha batik yang sudah dikenalnya sejak belia.
Salah satu tantangan yang dihadapi Reni adalah preferensi pasar terhadap warna batik.
"Batik itu (yang biasa dicari) adalah warna Solo yang cokelat hitam, tapi warna itu di sini (di Batik Tresno Dharma) belum terlalu tren," tutur Reni.
Sehingga untuk mengatasi hal ini, Reni menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk relasi di luar Jawa, untuk memperluas jangkauan pasarnya.
"Akhirnya kita kerja sama sama relasi yang mau nerima warna itu," tambahnya.
Baca juga: Batik Tulis Mayangsari, Sebuah Perjalanan Warisan dan Kreativitas dalam Setiap Lembaran Kain
Menjaga Warisan Budaya

Dalam upaya menjaga warisan budaya, Batik Tresno Dharma tidak hanya berfokus pada aspek komersial, tetapi juga pada pelestarian budaya. Reni berharap generasi muda dapat meneruskan tradisi membatik.
"Kalau tidak meneruskan, nanti akan berhenti. Jadi agar ada penerus untuk generasi selanjutnya," ungkapnya.
Ternyata, upaya ini sejalan dengan semangat masyarakat Girilayu yang terus berinovasi dalam motif dan teknik pewarnaan, seperti pengembangan motif durian dan manggis, serta motif khas seperti Monumen Tri Dharma seperti yang dipasarkan.
Cek Berita dan Artikel lain di
(Cynthiap/Tribunshopping.com)
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!