lihat foto
TRIBUNSHOPPING.COM - Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang memiliki nilai seni yang sangat tinggi.
Setiap helai kain batik tak hanya menjadi simbol keindahan, tetapi juga mencerminkan cerita dan makna mendalam dari setiap motif yang diciptakan.
Salah satu nama yang kini menjadi ikon dalam dunia batik adalah Batik Tulis Mayangsari.
Berdiri sejak tahun 1975, Batik Mayangsari memiliki cerita yang penuh semangat, kreativitas, dan dedikasi.
Menyuguhkan pesona yang khas dan berbeda, yang tak hanya dihargai karena kualitasnya, tetapi juga karena dedikasi dan semangat yang terus diwariskan dari generasi ke generasi.
Baca juga: Batik Printing Nusantaraart Laweyan: Produk Unik dan Dapat Disesuaikan dengan Kebutuhan Pelanggan
Tak heran jika batik Mayangsari selalu berhasil menarik perhatian banyak orang, dari berbagai kalangan.
Awal Mula Berdirinya Batik Tulis Mayangsari
Sejarah Batik Tulis Mayangsari dimulai pada tahun 1975, ketika ayah dari pemilik Batik Mayangsari, Levica, yang sebelumnya bergerak di industri sepatu kulit, mulai tertarik untuk mencoba peruntungan di dunia batik.
Perubahan arah tersebut terjadi karena pengaruh lingkungan sekitar yang kaya dengan budaya batik, terutama dari sahabat dekat ayahnya, Bapak Santoso, seorang pemilik dari Batik Danarhadi.
Melihat potensi dan dukungan dari sahabatnya, ayah Levica memutuskan untuk mencoba menggeluti dunia batik tulis.
Tidak disangka, produk batik yang dihasilkan berhasil mendapat sambutan positif dan apresiasi dari Danarhadi, hingga akhirnya menjadikan ayah Levica sebagai salah satu pembatik yang turut berkontribusi dalam produksi batik di Danarhadi.
"Setelah mencoba membuat batik tulis, hasilnya sangat memuaskan. Bahkan, diapresiasi oleh Danarhadi dan akhirnya, ayah saya menjadi salah satu koki batik Danarhadi, sehingga produksi batik kami masuk ke Danarhadi," kata Levica, yang kini melanjutkan usaha batik keluarga tersebut.
Menjadi Generasi Penerus
Sejak kecil, Levica sudah dikenalkan dengan dunia batik oleh sang ayah.
Saat masih duduk di bangku SD, ia sudah diminta untuk mengirimkan batik ke beberapa toko dan mengambil hasilnya.
Ketika melanjutkan kuliah pada tahun 1993, Levica mulai menjajakan batik di luar kota dan menitipkan produk batik ke berbagai toko.
Namun, titik balik besar terjadi pada tahun 1996, ketika ia memutuskan untuk terjun langsung ke dunia batik dan melanjutkan usaha batik ayahnya di Solo.
"Dari kecil saya sudah diajarkan tentang usaha batik. Saat kuliah, saya mulai berani untuk menjual batik dan menitipkan produk ke toko-toko. Tahun 1996, saya terjun langsung ke dunia batik dan melanjutkan usaha ayah," ungkap Levica, dengan penuh semangat.
Menciptakan Brand Baru yang Lebih Terjangkau
Pada tahun 1996, Batik Mayangsari mulai digunakan sebagai nama brand baru yang menawarkan produk batik dengan harga lebih terjangkau, setelah sebelumnya bernama Batik Yoesoef Lahji.
Batik Mayangsari berbeda dengan Batik Yoesoef Lahji yang lebih eksklusif dan fokus pada batik tulis.
Mayangsari lebih mengutamakan produksi batik cap dan printing, namun tetap mempertahankan sentuhan batik tulis yang menjadi ciri khasnya.
Dengan cara ini, Batik Mayangsari dapat menjangkau lebih banyak orang dengan tetap menghormati tradisi batik tulis yang sangat bernilai.
"Nama Mayangsari ini bukanlah perubahan dari Batik Yoesoef Lahji, tapi lebih ke brand baru yang menawarkan batik dengan harga lebih terjangkau. Kami tetap menjaga kualitas batik tulis sebagai ciri khas kami, meskipun ada elemen cap dan printing," jelas Levica.
Baca juga: Batik Tulis Girilayu Karanganyar: Menghidupkan Tradisi, Mewariskan Keindahan Budaya Mangkunegaran
Ciri Khas Batik Mayangsari
Batik Mayangsari dikenal dengan kemampuannya untuk mengikuti tren pasar dan terus berinovasi.
Awalnya, motif batik yang populer adalah kain panjang atau jarik. Namun, Batik Mayangsari tidak berhenti di situ.
Mereka mulai mengembangkan desain batik yang lebih modern dengan memadukan warna-warna cerah yang menarik perhatian.
Ini menjadi ciri khas mereka yang membedakan Batik Mayangsari dari batik-batik lainnya.
"Motif yang awalnya populer adalah kain panjang atau jarik, tapi sekarang kami mulai mengembangkan desain yang lebih segar dengan warna cerah. Itu menjadi ciri khas kami yang membedakan dengan batik lainnya," ujar Levica, pemilik Batik Mayangsari.
Selain itu, Batik Mayangsari juga menyediakan motif-motif unik yang sering diminta oleh pelanggan, seperti motif Suara dan Baya, Lumpur Lapindo, Liong atau Naga, dan Burung Hong.
Setiap motif yang dihasilkan selalu memiliki ciri khas yang berbeda, meskipun menggunakan tema yang sama.
Hal ini membuat pelanggan selalu kembali untuk memesan produk Batik Mayangsari, karena mereka tahu setiap desain yang dibuat tidak akan sama persis.
"Motif-motif seperti Naga dan Burung Hong itu sangat laris, meskipun bukan karena perayaan khusus, tapi karena desainnya memang disukai banyak orang. Setiap desain selalu memiliki ciri khas, yang membuat pelanggan terus memesan," kata Levica.
Proses Pengembangan Ide dan Produksi
Di Batik Mayangsari, untuk desain batik juga dimulai dari ide-ide segar yang biasanya muncul selama perjalanan atau jalan-jalan.
Setiap perjalanan menjadi kesempatan untuk menemukan inspirasi baru yang kemudian dituangkan ke dalam sketsa batik.
Setelah ide tersebut terkumpul, Levica dan tim akan menilai apakah desain tersebut layak untuk diproduksi atau tidak.
Proses ini memerlukan waktu yang cukup lama, dimulai dengan menggambar desain pada kain, kemudian dilanjutkan dengan tahapan pewarnaan yang memerlukan waktu lebih lama.
"Proses pembuatan batik bisa memakan waktu sekitar seminggu hanya untuk menggambar dan menyiapkan batik. Setelah itu, tahap pewarnaan dimulai dan melalui berbagai tahapan, termasuk buka tutup lilin serta pemilihan warna yang tepat. Secara keseluruhan, proses dari desain hingga batik siap pakai bisa memakan waktu hingga sebulan," kata Levica.
Batik Mayangsari tidak memproduksi batik secara massal karena mereka lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas.
Baca juga: Blangkon Solo: Dari Pasar Klewer hingga Jadi Oleh-oleh Khas Wisatawan
Perbedaan Batik Tulis vs Batik Printing
Batik Mayangsari menggunakan berbagai jenis kain berkualitas tinggi, seperti katun primisima, rayon, hingga sutra.
Setiap jenis kain ini memiliki karakteristiknya masing-masing, yang turut memengaruhi proses pembuatan dan harga batik.
Walaupun kain katun relatif lebih terjangkau dibandingkan sutra, proses pembuatan batik katun bisa sangat rumit dan memakan waktu, sehingga harganya bisa mendekati harga batik sutra.
Selain itu, Batik Mayangsari juga menghadapi persaingan antara batik tulis dan batik printing.
Meskipun batik printing semakin populer karena harganya yang lebih terjangkau dan cepat diproduksi, batik tulis tetap menjadi pilihan bagi mereka yang mengutamakan kualitas dan nilai seni.
Proses pembuatan batik tulis yang memerlukan ketelitian dan waktu lebih lama membuatnya memiliki nilai seni yang lebih tinggi.
"Batik tulis tetap menjadi pilihan bagi mereka yang menghargai seni dan kualitas. Meskipun batik printing lebih cepat dan murah, batik tulis punya nilai yang tak ternilai," ungkap Levica.
Dengan beragam pilihan kain dan metode pembuatan ini, Batik Mayangsari tetap berusaha memberikan produk berkualitas yang sesuai dengan selera dan kebutuhan setiap pelanggan, sekaligus menjaga tradisi batik yang sudah ada sejak lama.
Sebuah perpaduan antara tradisi dan modernitas yang tidak hanya melestarikan, tetapi juga menghidupkan kembali keindahan batik Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(PRAMANUHARAOEE/TRIBUNSHOPPING.COM)
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!