TRIBUNSHOPPING.COM - Industri batik sempat mengalami masa-masa sulit, terutama ketika pandemi melanda dan banyak usaha kecil terpukul hingga terancam gulung tikar.
Namun, di tengah keterpurukan itu, muncul kisah inspiratif tentang kebangkitan dan kegigihan seorang perajin batik asal Karanganyar.
Dari Perum Griya Palur Asri Blok R8 Rt 003 Rw 025, Ngringo, Jaten, Karanganyar, lahirlah kembali sebuah UMKM bernama Saghara Batik, yang digerakkan oleh tangan kreatif dan tekad kuat seorang wanita bernama Nur Aida, 35 tahun.
Baca juga: Tips Mencuci Batik Cap ala Perajin, Buat Batik Tahan Lama dan Warnanya Anti-pudar
Saghara Batik bukan hanya menjadi bukti bahwa industri batik masih memiliki tempat istimewa di hati masyarakat, tetapi juga simbol kebangkitan seorang pelaku usaha yang menolak menyerah.
Berawal dari kondisi jatuh, Nur Aida justru menjadikan masa sulit sebagai motivasi untuk berinovasi.
Ia mulai menciptakan motif-motif unik yang jarang ditemui, memperkuat kualitas produk, hingga memperluas pemasaran melalui media sosial dan komunitas UMKM lokal.
Saghara Batik dan Cerita Motif Batik yang Unik
Saghara Batik hadir sebagai salah satu UMKM fashion anak yang mampu bangkit dari keterbatasan dan menemukan identitas baru melalui inovasi batik bercerita.
Berdiri dari keinginan untuk menghadirkan sesuatu yang berbeda, Saghara Batik berhasil memadukan keindahan motif tradisional dengan sentuhan modern yang sangat cocok untuk busana anak.
Usaha ini digagas oleh Nur Aida, seorang ibu muda dari Karanganyar yang telah berkecimpung dalam dunia fashion anak dengan brand Saghara sebelum akhirnya bertransformasi menjadi Saghara Batik.
Menurut pengakuan owner, perjalanan menuju fokus pada batik dimulai pada tahun 2023.
“Produk yang terdaftar itu baju anak Nusantara, batik… Batik anak Nusantara, labelnya Saghara,” ujar Aida kepada Cenderaloka pada Kamis (4/12/2025).
Baca juga: Review Kemeja Batik Pria Produk UMKM di Cenderaloka: Motif dan Kualitas Terbaik
“Terus saya mulai produksi itu sekitar, fokus ke Saghara yang batik itu sekitar tahun 2023 kak,” lanjutnya.
Transformasi ini bukan terjadi begitu saja.
Semuanya berawal ketika ia mengikuti pelatihan Balatkop.
Dalam wawancara, Nur Aida menjelaskan, “Kalau yang batik anak Nusantara ini awalnya itu karena saya ikut pelatihan kak. Jadi saya kan ikut pelatihan Balatkop, waktu itu pelatihan manajemen pemasaran gitu, leveling dari programnya Balatkop,” ujarnya.
Dalam sesi pelatihan tersebut, ia mendapat tantangan untuk menciptakan inovasi produk.
Baca juga: Tips Merawat Batik Cap agar Tetap Awet dan Tidak Mudah Luntur, Plus Rekomendasi Produk Cenderaloka
“Di situ kan ada mentornya terus kayak di challenge gitu. Kita bisa inovasi produk apa,” tuturnya.
“Karena sebelumnya itu Saghara itu kan produksinya baju anak yang motif shabby-shabby gitu loh kak. Tapi kok setelah dievaluasi itu kayak banyak hal yang bikin Saghara itu terhambat karena motif bunga-bunga itu sedangkan di Solo kan identiknya dengan batik.”
Evaluasi tersebut menyadarkannya bahwa peluang besar justru terletak pada batik, bukan motif shabby.
Namun ia tidak ingin membuat batik anak yang “itu-itu saja”.
Ia ingin menciptakan sesuatu yang punya nilai cerita.
“Akhirnya saya kepikiran harus bikin apa nih produk batik yang terkesan bukan dari kain perca yang lain daripada yang lain, yang bisa dijualnya itu bisa agak tinggi," ungkap Aida.
"Makanya kan saya riset terus saya kebetulan alhamdulillahnya itu ketemu sama supplier kain yang batiknya beda sama yang lain.”
Keunikan Saghara Batik pun mulai terbentuk.
Salah satu motif yang menjadi favorit adalah Masalembo.
“Jadi salah satu motif bestsellernya Saghara itu ada Masalembo (motif) coraknya itu segitiga bermuda. Ada kayak perairan gitu. Jadi memang enggak motif yang umum gitu,” ujar Aida.
Menariknya, Saghara tidak mendesain motif sendiri, namun memilih kain eksklusif yang sudah memiliki filosofi dari pabriknya.
“Setiap kainnya ada nilai historinya. Ada Masalembo, Labuan Bajo, Nihi Sumba. Jadi ketika saya memproduksi pakaian anaknya itu nanti di handbagnya saya kasih cerita di balik kainnya itu,” jelas Aida.
Selain motif unik, sistem produksi Saghara juga terbatas sehingga memberi kesan eksklusif.
“Selama berjalan ini saya ready stok aja tapi ready stok terbatas. Kalau pesan banyak bisa, tapi tergantung stok kain di pabriknya. Kadang-kadang ada yang minta couple sekeluarga, kalau pas stok kain masih ada ya saya jahitkan.”
Dengan ciri khas batik bercerita, produksi terbatas, dan kualitas kain eksklusif, Saghara Batik berhasil menciptakan identitas unik di pasar busana anak.
Inilah UMKM yang tidak hanya menjual pakaian, tetapi juga mengangkat cerita Nusantara dalam setiap helainya.
(Cynthia/Tribunshopping.com)