TRIBUNSHOPPING.COM - Di tengah perkembangan industri fashion yang semakin modern dan cepat, masih ada pelaku usaha yang memilih jalur tradisional dan mempertahankan sentuhan tangan dalam setiap karya.
Salah satunya adalah Yulia Kasih, pendiri Fashion Sheffa, sebuah usaha konveksi rumahan yang berlokasi di Mutihan, Sondakan, Laweyan, Solo.
Mengangkat teknik pewarnaan tie-dye dan jumputan khas, Yulia berhasil mempertahankan warisan keluarganya sekaligus menyesuaikan dengan tren masa kini.
Baca juga: Kain Jumputan Solo Lintang Kejora, Menyatukan Keindahan Tradisi dengan Gaya Kekinian
Yulia bercerita bahwa awal mula keterlibatannya dalam dunia konveksi sebenarnya merupakan warisan orang tuanya.
"Awalnya itu memang orang tua dulu sempat bikin produksi ini, konveksi. Ya kayak yang saya produksi sekarang, daster, celana, konveksi rumahan seperti itu. Tapi karena saya dulu ikut dinas suami, saya nggak bisa fokus ke bisnis. Setelah bapak saya sakit dan sudah tidak sanggup melanjutkan, saya diminta untuk nerusin," ujar Yulia Kasih saat diwawancarai Cenderaloka pada 8 Mei 2025.
Bisnis keluarga tersebut sempat vakum beberapa waktu, namun pada tahun 2021, di tengah masa pandemi Covid-19, Yulia memutuskan untuk memulai kembali.
Ia melihat peluang dari perkembangan fashion di Solo dan meningkatnya minat masyarakat terhadap produk handmade.
"Saya lihat di Solo ini fashion berkembang pesat, apalagi produk handmade punya pasar tersendiri. Saya tertarik dan merasa harus melestarikan usaha keluarga ini, jadi saya mulai lagi dari nol dengan teknik tie-dye," tambah Yulia.
Yang menjadi ciri khas Fashion Sheffa adalah proses produksinya yang seluruhnya masih dilakukan secara manual, mulai dari pemotongan kain, pewarnaan, pencucian, hingga penjahitan.
"Kalau saya itu buatan tangan, jadi tidak pakai mesin, tidak printing, tapi pakai tangan langsung. Handmade ya, jadi dikerjakan manual. Mewarnainya juga pakai tangan, semuanya masih handmade. Itu yang membedakan produk saya dari yang lain," jelas Yulia.
Selain itu teknik pewarnaan tie-dye dan jumputan yang digunakan oleh Fashion Sheffa bukan hanya memberikan keunikan pada motif dan warna, tetapi juga menjamin daya tahan warna lebih lama.
"Kalau buatan tangan itu, warna itu tahan lama. Biasanya kalau prosesnya menggunakan printing kan lama-lama mudah pudar. Yang saya bikin itu warnanya tajam dan bisa bertahan bertahun-tahun. Sudah terbukti dari banyak pelanggan yang memberi review," katanya.
Prosesnya pembuatannya sendiri, Yulia mengatakan bahwa memerlukan ketelitian dan tenaga yang tidak sedikit.
"Prosesnya itu, pertama kain putih dipotong dulu, dibentuk menjadi daster, celana, atau one set. Kemudian kita proses pewarnaan pakai teknik ikat celup, atau tie-dye. Kalau sudah, kita cuci, dijemur, baru selesai," jelas Yulia.
Yulia menceritakan bahwa ia menggunakan dua macam teknik tie-dye.
Baca juga: Koleksi Unggulan Batik Saraswati, Kebaya Modern, Nyaman, dan Fleksibel untuk Setiap Kesempatan
"Ada dua macam teknik tie-dye yang saya gunakan. Satu diikat, seperti teknik jumputan, satu lagi tanpa ikatan, hanya dilipat dan disusun lalu diwarnai," jelasnya panjang lebar.
Dalam menjaga kualitas, Yulia sangat memperhatikan siapa yang mengerjakan setiap bagian produksinya.
"Yang jahit itu kakak saya sendiri, rumahnya di depan rumah saya. Terus yang mewarnai, mencuci, itu juga masih om saya. Jadi ini memang bisnis keluarga. Mereka semua sudah pengalaman sejak saya kecil, karena dulu memang kerja harian di bidang ini," tutur Yulia.
Namun, menjalankan usaha handmade bukan tanpa tantangan. Yulia mengaku bahwa salah satu kendala utama adalah mencari sumber daya manusia (SDM) yang kompeten.
"Tantangannya memang di SDM. Nyari tenaga kerja yang bisa dan mau ngerjain pekerjaan fisik kayak gini susah. Pewarnaan pakai waterglass itu butuh tenaga," ujarnya.
Yulia menecritakan bagaimana prosesnya yang tertahap-tahap sehingga diperluka tenaga ekstra yang biasanya terampil dikerjakan oleh laki-lai.
"Karena harus dicampur, dicelup, dicuci, dijemur. Itu biasanya dikerjakan bapak-bapak karena cukup berat," katanya.
Dalam seminggu, proses produksi bisa mencapai sekitar 50-70 potong tergantung ketersediaan tenaga dan kapasitas penjahit.
"Penjahit saya cuma satu, maksimal sehari bisa buat 10 potong. Itu dikumpulkan dulu, baru kita proses pewarnaan massal biar efisien. Jadi seminggu itu bisa sekali proses besar," jelasnya.
Meski pasar utamanya adalah perempuan usia 35 tahun ke atas, Yulia juga mencoba merambah pasar anak muda.
"Saya variasikan modelnya. Misalnya celana Aladdin, itu disukai anak muda. Biasanya mereka pasangkan sama kaos biasa buat jalan-jalan. Jadi tetap bisa mengikuti tren tapi tetap dengan teknik pewarnaan handmade," katanya.
Untuk memperluas pasar, Yulia juga memproduksi varian busana dari kain printing.
Namun, fokus utama tetap pada pelestarian karya handmade.
"Saya juga bikin dari kain printing motif bunga atau nasional. Tapi yang handmade ini tetap saya utamakan karena nilai kreativitas dan budayanya tinggi," jelas Yulia Kasih.
Menurut Yulia, ia menjaga kreativitas perajin di sekitarnya agar tetap lestari dan tidak punah termakan zaman.
"Ini bentuk usaha saya untuk menjaga agar pengrajin seperti keluarga saya tetap ada dan tidak punah," ujarnya.
Dengan menggabungkan nilai tradisional dan semangat kewirausahaan, Yulia Kasih melalui Fashion Sheffa tidak hanya menciptakan produk fashion berkualitas, tetapi juga menghidupkan kembali warisan budaya lokal yang nyaris hilang.
Baca juga: Batik Tulis Girilayu Karanganyar: Menghidupkan Tradisi, Mewariskan Keindahan Budaya Mangkunegaran
Melalui tangan-tangan terampil di keluarganya, ia membuktikan bahwa dalam dunia fashion modern, karya buatan tangan tetap memiliki tempat yang istimewa.
Cek Artikel dan Berita lainnya di
(Cynthiap/Tribunshopping.com)