TRIBUNSHOPPING.COM - Di tengah geliat perkembangan industri kreatif lokal, kerajinan tangan masih menjadi salah satu sektor yang bertahan sekaligus berkembang berkat ketekunan para pelaku UMKM.
Salah satunya adalah Bunda Craft, usaha kerajinan yang telah berdiri selama kurang lebih 10 tahun dan tumbuh dari rumah sederhana di kawasan Sogaten RT 02 RW 15, Pajang, Laweyan, Solo.
Di balik nama Bunda Craft, ada sosok perempuan tangguh bernama Asih Purnamawati (47) yang dengan konsisten merintis usaha berbasis keterampilan tangan dan nilai ketelatenan.
Baca juga: 4 Review Daster Produk UMKM Lokal di Cenderaloka Berkualitas Harga 50 Ribuan
Berangkat dari kecintaan terhadap kerajinan dan kebutuhan untuk terus produktif, Bunda Craft tidak hanya menghadirkan produk bernilai estetika, tetapi juga menjadi wujud perjalanan panjang sebuah usaha rumahan yang bertahan di tengah perubahan zaman.
Selama satu dekade, Asih Purnamawati mengelola proses produksi dengan penuh kesabaran, mulai dari pemilihan bahan, pengerjaan detail, hingga memastikan setiap produk layak dipasarkan dan diminati konsumen.
Di tengah tantangan persaingan pasar dan perubahan tren, Bunda Craft terus beradaptasi tanpa meninggalkan ciri khas buatan tangan yang menjadi kekuatan utamanya.
Baca juga: Kisah Bunda Craft Dapat Pesanan Senilai Ratusan Juta dari Pelanggan Tetap Berkat Konsistensi
Artikel ini akan mengajak Anda menyelami lebih dekat perjalanan Bunda Craft, mulai dari latar belakang berdirinya usaha, proses produksi yang dijalani sehari-hari, hingga tantangan dan harapan Asih Purnamawati dalam mengembangkan kerajinan lokal.
Bunda Craft: Mengolah Kain Perca Menjadi Produk Bernilai dari Tangan Asih Purnamawati
Di tengah persaingan industri kerajinan yang semakin dinamis, Bunda Craft hadir sebagai salah satu UMKM yang konsisten mengolah bahan sederhana menjadi produk bernilai jual tinggi.
Usaha kerajinan yang berlokasi di Sogaten, Pajang, Laweyan, Solo ini telah berdiri selama kurang lebih 10 tahun dan dirintis langsung oleh Asih Purnamawati (47) secara otodidak.
Awal mula Bunda Craft berangkat dari ketertarikan Asih pada kain perca yang kerap dianggap tidak bernilai.
Ia mengaku belajar secara mandiri tanpa latar belakang pendidikan khusus di bidang kerajinan.
“Oh ya, awalnya sebenarnya justru saya, usaha saya itu mulai dari, saya itu otodidak istilahnya. Saya melihat beberapa perca yang ada, kemudian awalnya saya bikin cuma dompet aja kecil, kemudian ada beberapa orang yang tertarik. Pada akhirnya dari mulut ke mulut, orang mulai mengenal produk saya,” ungkap Asih saat diwawancara Cenderaloka pada (1/12/2025).
Dari produk sederhana berupa dompet kecil, Bunda Craft perlahan berkembang. Asih melihat potensi besar dari kain perca yang sebelumnya terbuang.
“Dari situ saya semakin tertarik dan semakin mengembangkan percah itu. Jadi sesuatu yang memang enggak berharga sih, karena mungkin sudah menjadi barang yang sudah dibuang istilahnya. Kemudian menjadi sesuatu yang mempunyai nilai,” lanjutnya.
Meski dikelola dari rumah, produk Bunda Craft memiliki pasar yang cukup luas, bahkan hingga luar kota.
“Produk saya lakunya cukup juga,” kata Asih singkat.
Namun, perjalanan usaha ini tidak lepas dari tantangan, terutama dalam hal pemasaran digital.
“Karena memang saya terkendala dengan waktu. Saya membuat istilahnya, kata-kata untuk penjualan di media sosial, meng-upload, itu memang ada kesusahan. Tapi sekarang produk saya di Jogja, di toko Jogja,” tuturnya.
Pemasaran Produk Bunda Craft
Asih telah menjalin kerja sama konsinyasi di Yogyakarta selama bertahun-tahun.
“Saya di Jogja itu satu bulan saya mereka orderan dua kali dengan nominal yang di rumahnya. Dan itu sudah hampir 7-8 tahun saya penyuplai Jogja,” jelasnya.
Tak hanya toko, Bunda Craft juga pernah bekerja sama dengan instansi pemerintah.
“Kalau dari dinas, dulu sering sekali.. Maksudnya dari Dinas Perindustrian atau dari kelurahan, kadang-kadang kalau ada event atau apa dia menitip di tempat itu,” katanya.
Dalam menjaga kualitas, Asih terus melakukan inovasi produk.
“Kalau di tempat saya gini, saya punya istilahnya inovasi-inovasi produk baru, karena saya harus mengisi beberapa toko yang harus produk-produk baru juga,” ujarnya.
Proses produksi dilakukan secara mandiri dengan bantuan penjahit saat pesanan besar.
“Kalau mulai dari saya beli bahan sendiri, pemilihan bahan, kemudian cutting. Tapi kalau pas produksi begitu banyak ada yang bantu menjahit,” jelasnya.
Salah satu pengalaman paling berkesan bagi Asih adalah saat produknya dibawa ke Jogja Fashion Week.
“Dulu ada teman saya yang bawa produk saya di Jogja Fashion Week Akhirnya dari itu saya menjadi pelangganan dia, sampai dia pernah memberi saya orderan dengan MOU sebesar 100 juta,” kenangnya.
Kepercayaan pelanggan menjadi prinsip utama Bunda Craft.
“Itu bagi saya menjaga amanah, menjaga kepercayaan,” tegasnya.
Meski memiliki pelanggan luar kota hingga Kalimantan dan Jakarta, Asih mengakui tantangan terbesar masih di pemasaran digital.
“Kalo saya, kendalanya saya, pemasaran melalui media sosial. Karena memang saya gaptek, Mbak,” ungkapnya jujur.
Kehadiran platform seperti Cenderaloka pun menjadi solusi.
“Karena sebenarnya saya itu sangat terbantu waktu ada Cenderaloka ini mereka memfoto, kemudian mengupload sampai selesai. Itu amat sangat membantu sih sebenarnya,” tutup Asih.
Melalui ketekunan dan konsistensi, Bunda Craft membuktikan bahwa kerajinan sederhana berbasis kain perca mampu bertahan dan berkembang di tengah perubahan zaman.
(Cynthia/Tribunshopping.com)




Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!