TRIBUNSHOPPING.COM - Dewi Chatur Rahayu, perempuan asal Wonogiri, Jawa Tengah, adalah sosok inspiratif yang berhasil mengubah keterbatasan di masa pandemi menjadi peluang kreatif.
Sebelum pandemi COVID-19 melanda, Dewi owner dari Alodie Collection berprofesi sebagai penghias.
Akan tetapi, ketika aktivitas ekonomi terhenti dan rutinitas berubah, ia menemukan sebuah dunia baru lewat ecoprint, yaitu sebuah teknik mencetak motif alami dari daun, ranting, dan batang pada kain.
Pada Desember 2020, ia mendirikan brand Alodie Collection yang kini sudah dikenal hingga luar Jawa, membawa seni ecoprint ke level berbeda melalui pendekatan abstrak yang unik.
Baca juga: Produk Ecoprint Sari Craft, Sebuah Karya Indah dan Ramah Lingkungan
Awal Mula Ecoprint sebagai Ekspresi Diri Seorang Dewi
Awal cerita Alodie Collection bermula ketika Dewi mulai bereksperimen dengan daun-daun sekitar rumahnya.
Di lingkungan perkampungan, ia menceritakan bahwa sekitarnya dipenuhi dengan beragam jenis daun seperti daun jambu mete menjadi sumber inspirasinya.
“Saya suka batik, tapi justru nggak suka memakainya," ujar Dewi menceritakan bagaimana awal pertemuannya dengan eksperimen ecoprint, saat diwawancarai Cenderaloka, Senin (19/05/2025).
Menurutnya, ecoprint menjadi sebuah karya yang lebih personal buatnya.
"Ecoprint terasa lebih personal. Warnanya hidup, hasilnya tak terduga, dan tiap karya selalu beda,” ujar Dewi dengan antusias.
Ketertarikannya pada teknik ecoprint pun makin mendalam setelah mengikuti workshop privat di Yogyakarta yang difasilitasi mahasiswa UGM.
Pengetahuan yang didapat membuat Dewi makin yakin untuk terus mengembangkan kemampuannya dan serius membangun usaha ecoprint.
Dan terbukti, kini ecoprint justru menjadi usahanya.
Dari rumahnya yang berada di Wonogiri, Dewi memanfaatkan kekayaan alam sekitar, terutama daun jambu mete yang menjadi ciri khas produk-produk Alodie.
“Awalnya cuma coba-coba pakai daun sekitar rumah. Ternyata hasilnya cantik, dan saya jadi tertarik belajar lebih dalam,” cerita Dewi kepada Cenderaloka.
Karakter Abstrak yang Jadi Ciri Khas

Berbeda dengan kebanyakan ecoprint yang cenderung mempertahankan bentuk daun secara jelas dan natural, Dewi memilih gaya abstrak.
Motif yang diciptakan di Alodie Collection ini cenderung lembut, warna yang muncul tidak tegas, bahkan terkadang terlihat ‘remek’.
Namun justru hal ini yang menjadi keunikan dan daya tarik karya-karyanya.
“Orang bilang motif saya itu kayak ada remekannya. Nggak terlalu tegas, tapi justru itu yang bikin estetik," tutur Dewi.
"Malah kalau saya coba bikin yang terlalu jelas bentuknya, banyak yang nggak suka,” jelasnya sambil tertawa.
Tak heran jika pendekatan ini menjadi identitas kuat Alodie Collection, sehingga produk-produk Dewi mudah dikenali hanya dari pola dan warna yang khas.
Baca juga: Mengungkap Cerita Sukses Ecozie, Pembuat Ecoprint Pertama di Klaten
Proses Pembuatan yang Menuntut Kesabaran dan Ketelitian
Ecoprint bukan sekadar mencetak daun ke kain.
Dewi menceritakan bahwa ada banyak tahapan yang harus dijalani dengan penuh ketelitian.
Pertama, kain harus dibersihkan dari residu pabrik melalui proses scouring.
Selanjutnya dilakukan mordan, yaitu membuka pori-pori kain agar warna alami dari daun bisa meresap dengan baik.
Daun kemudian disusun rapi di atas kain sebelum dikukus selama dua jam dalam proses steaming.
Dilanjutkan setelah dikukus, kain dioksidasi secara alami dengan cara dijemur di tempat teduh agar warna berkembang secara maksimal.
Setelah itu, kain diberi fiksator, dicuci, dan dijemur ulang.
Dalam prosesnya, menurut Dewi mengungkapkan, proses ini sangat dipengaruhi oleh kondisi mental dan fisik pembuatnya.
“Kalau nggak fokus, hasilnya bisa ‘ambyar’ alias gagal. Tapi lucunya, kadang produk yang saya anggap gagal itu malah paling laku,” cerita Dewi.
Ecoprint sebagai Wastra dan Ekspresi Budaya

Menurut Dewi, ecoprint bukan batik, melainkan teknik cetak alami yang berbeda.
Ia menekankan pentingnya edukasi agar masyarakat tidak salah kaprah dalam membedakan wastra tradisional Indonesia.
“Kalau dicampur dengan batik, namanya jadi ekotik. Tapi ecoprint itu bagian dari wastra nusantara yang bisa berdampingan dengan batik, tenun, atau lurik,” jelasnya.
Dengan begitu, ecoprint tak hanya menjadi kerajinan, tapi juga bagian dari pelestarian budaya dan tradisi lokal.
Pesan untuk Generasi Muda

Sebagai penutup, Dewi memberikan pesan motivasi bagi generasi muda untuk berani berkreasi.
Ia berharap, generasi muda dapat menyalurkan kreativitasnya agar bisa mandiri menciptakan usaha.
“Silakan berkarya tanpa batas. Ciptakan ide-ide baru, biar jadi pemuda yang mandiri dan kreatif,” ujarnya penuh semangat.
Tak hanya itu, harapan Dewi ia ingin karya seni lokal terus berkembang dan dikenal luas, tanpa kehilangan akar budaya dan kearifan lokal.
Dengan kerja keras dan inovasi, Dewi juga memiliki berharap produk kerajinan lokal tidak hanya menjadi alternatif.
Dewi berharap produk kerajinan lokal nantinya menjadi usaha dan juga pilihan utama masyarakat.
Ini karena banyaknya pilihan produk kerajinan yang bisa dikembangkan oleh banyak orang.
Baca juga: Mengenal RG Ecoprint, Usaha Kreatif yang Menghadirkan Karya Seni Daun pada Kain
“Saya ingin orang desa bangga pakai produk kita sendiri," ujar Dewi.
"Kita punya karya yang keren, tinggal bagaimana kita angkat bersama-sama,” tutupnya.
Melalui Alodie Collection yang dibangunnya dari nol, Dewi membuktikan bahwa peluang dan kemajuan ekonomi bisa datang dari tangan-tangan kreatif yang memanfaatkan kekayaan alam dan budaya lokal.
Cek Artikel dan Berita lainnya di
(Cynthiap/Tribunshopping.com)
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!