TRIBUNSHOPPING.COM - Di balik lembaran kain batik dan potongan lurik yang berpadu jadi busana indah, ada tangan-tangan kreatif yang bekerja penuh cinta dan makna.
Salah satunya adalah Ary Ardianna, seorang perempuan berusia 58 tahun asal Solo yang mendirikan UMKM bernama TLENIK Arts, sebuah usaha kerajinan yang tak sekadar menjual produk fashion, tetapi juga merawat budaya leluhur lewat kain tradisional Indonesia.
Awal Mula Berangkat dari Hobi

Saat ditanya tentang bagaimana awal mula terjun ke dunia kerajinan, Ary menjawab dengan lugas bahwa semua berawal dari hobi.
“Pertama-tama karena saya dulu masih muda, karena senang saja, jadi hobi ya. Suka dulu bikin kain, dijahitin sama penjahit, bikin ini, di baju saya pakai. Ada teman-teman tertarik, ada yang mau dipakai, dia beli, dari situ mulainya,” kenang Ary kepada Cenderaloka.
Setelah menikah dan memutuskan berhenti bekerja, Ary memberanikan diri membuka usaha kecil-kecilan.
Baca juga: Jawa Banget: Karya Aksara Jawa dari Solo yang Menghidupkan Budaya dalam Kerajinan dengan Bahan Alami
“Buka usaha kecil-kecilan, saya buka di tenant di Rumah Sakit Panti Waluyo ini,” ujarnya.
Produk-produknya dijual di tenant kecil itu, dan perlahan mulai dikenal karena keunikan dan karakter kuat yang ia bawa melalui setiap rancangannya.
Dari Sisa Kain Jadi Karya Limited Edition
Dalam setiap potongan kain yang digunakan Ary, selalu tersimpan cerita dan kreativitas.
Ia gemar memanfaatkan sisa-sisa kain untuk dijadikan desain baru yang tidak pasaran.
“Saya ini ya, saya sambung-sambung. Ada penjahit yang udah biasa saya kasih tahu—ini begini ya, nanti disambung ke sini, ditambahin ini.” Metode ini bukan hanya efisien dari sisi produksi, tetapi juga menjadikan setiap karya TLENIK Arts sebagai edisi terbatas.
“Prinsip saya itu jangan sampai ada pelanggan saya sama dengan pelanggan lainnya. Jadi benar-benar limited," tuturnya.
Ary sangat menjaga eksklusivitas dan karakter tiap desain agar tetap punya nilai artistik dan personal.
Menjaga Kualitas Secara Total

Salah satu kekuatan TLENIK Arts adalah proses kreatif yang dijalankan nyaris sepenuhnya oleh Ary sendiri.
Mulai dari memilih bahan kain, merancang pola, hingga menentukan perpaduan warna dan motif.
“Karena semua saya sendiri, jadi lebih bisa menjaga kualitas produk,” tegasnya.
Ia pun tidak segan untuk mengganti produk yang tidak sesuai standar.
“Sebelum saya jual, saya cek kualitasnya dulu. Kalau ada kesalahan atau kurang berkualitas, insya Allah saya ganti lagi,” imbuh Ary.
Baca juga: Tlenik Arts, Mengembangkan Fashion Batik Khas Solo yang Berkarakter
Lurik, Budaya, dan Perlawanan Terhadap Stigma
Ary memilih kain lurik sebagai material utama dalam sebagian besar karyanya.
Meskipun sempat dianggap sebelah mata, Ary tetap konsisten menggunakan kain ini karena percaya pada nilai budaya dan sejarahnya.
“Saya kira saya sudah berperan dalam melestarikan budaya lokal. Karena saya memakai kain lurik,” ujarnya.
Namun, jalan untuk mengenalkan lurik tidak selalu mulus.
“Banyak orang bilang, ah ini motif lurik seperti tukang-tukang parkir. Saya sempat ngerasa kok gitu ya? Tapi saya jelaskan filosofi lurik itu, akhirnya mereka tertarik,” cerita Ary.
Melalui edukasi dan pendekatan personal, Ary berhasil mengubah stigma tersebut dan menunjukkan bahwa lurik punya nilai seni tinggi dan bisa tampil modern.
Terbuka untuk Kolaborasi dan Terus Belajar

Walau telah berpengalaman bertahun-tahun, Ary tetap rendah hati dan terbuka untuk terus belajar.
Ia menyambut baik setiap ajakan kolaborasi, terutama dengan sesama perajin yang memiliki keahlian lain.
“Kalau ada yang mau, saya mau. Karena namanya juga belajar. Saya masih belajar juga,” ucapnya.
Bahkan dalam proses kreatif, Ary tidak ragu menggandeng produsen lain. “Kalau ada yang punya jumputan, saya ambil teman yang produsen jumputan. Jadi kita saling bantu, saling isi,” katanya.
Tantangan di Dunia Kerajinan
Meski produk TLENIK Arts punya kualitas tinggi dan desain khas, Ary mengakui bahwa tantangan terbesarnya adalah pemasaran.
“Karena semua saya kerjakan sendiri, jadi saya kesulitan di bagian pemasaran. Selama ini saya hanya jualan di Instagram dan pameran,” katanya.
Ary juga sempat mencoba menjual lewat marketplace seperti Shopee, tetapi tidak dilanjutkan karena keterbatasan waktu dan tenaga.
“Saya tidak sempat dan tidak bisa untuk kejar-kejaran seperti di marketplace. Jadi fokus di Instagram saja,” jelasnya.
Harapan untuk Anak Muda dan Warisan Wastra

Sebagai pelaku UMKM kerajinan yang telah bertahun-tahun berproses, Ary juga punya pesan khusus untuk generasi muda.
“Belajar, belajar. Wastra itu apa. Harus tetap mengenalkan kepada orang-orang yang belum tahu. Karena mungkin kan belum banyak mengenal.”
Ary berharap anak-anak muda bisa ikut menjaga dan mengembangkan wastra Indonesia.
“Agar orang-orang dapat mengetahui apa itu wastra dan menghargai hasil kerajinan wastra yang memiliki nilai seni tinggi dan tidak meninggalkan proses produksinya,” pungkasnya.
Kisah Ary Ardianna dan TLENIK Arts adalah contoh nyata bagaimana hobi bisa menjelma menjadi usaha yang bernilai budaya tinggi.
Baca juga: Tenun Lurik Pedan, Warisan Budaya yang Terus Berkembang di Tangan Hastayoga
Melalui sentuhan tangan dan cinta pada warisan budaya, Ary tak hanya menjual pakaian, tetapi juga menghadirkan cerita, edukasi, dan kebanggaan akan wastra Indonesia.
Dengan semangat menjaga kualitas, keberanian berinovasi dari sisa kain, hingga komitmen melestarikan kain lurik, Ary Ardianna telah menjadi inspirasi bagi pelaku UMKM lain, terutama para perempuan yang ingin berdaya dari rumah.
TLENIK Arts bukan hanya tentang produk fashion, tapi tentang seni, nilai, dan cinta pada warisan budaya.
Cek Artikel dan Berita lainnya di
(Cynthiap/Tribunshopping.com)
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!