TRIBUNSHOPPING.COM - Dewi Chatur Rahayu adalah sosok perempuan asal Wonogiri yang berhasil memanfaatkan momen sulit pandemi COVID-19.
Ketika banyaknya keterbatasan saat COVID-19, justru menjadi momentum bagi Dewi untuk membangun usaha kerajinan ecoprint.
Sebelumnya, Dewi berprofesi sebagai perhias, keterbatasan aktivitas memaksa Dewi mencari peluang baru yang justru membawanya pada kesuksesan sebagai perajin ecoprint dengan brand yang kemudian diberi nama Alodie Collection.
Dari rumahnya di Wonogiri, Dewi memanfaatkan kekayaan alam sekitar, terutama daun jambu mete yang menjadi ciri khas produk-produk Alodie .
Dewi mengenang bagaimana awalnya ia melakukan uji coba menggunakan daun seadanya dan jadilah sebuah karya yang sangat istimewa.
“Awalnya cuma coba-coba pakai daun sekitar rumah. Ternyata hasilnya cantik, dan saya jadi tertarik belajar lebih dalam,” ujar Dewi Chatur Rahayu saat diwawancarai Cenderaloka, Senin (19/05/2025).
Dewi menceritakan awal mula dimulainya Alodie Collection berawal dari eksperimen yang dilakukan Dewi pada daun-daun sekitar rumahnya.
Ia menceritakan bahwa di lingkungan sekitarnya dipenuhi dengan beragam jenis daun seperti daun jambu mete yang kemudian ia kreasikan.
Menurutnya, karya dari daun yang kemudian disebut ecoprint tersebut lebih bisa digunakan di berbagai acara, berbeda seperti kain batik.
“Saya suka batik, tapi justru nggak suka memakainya," ujar Dewi menceritakan bagaimana awal pertemuannya dengan eksperimen ecoprint.
Menurutnya, ecoprint menjadi sebuah karya yang lebih personal buatnya.
"Ecoprint terasa lebih personal. Warnanya hidup, hasilnya tak terduga, dan tiap karya selalu beda,” ujar Dewi dengan antusias.
Ekspansi Pasar dan Pemasaran yang Tepat Sasaran

Kini produk Alodie Collection telah menyebar ke berbagai kota.
Alodie Collection sudah mulai berekspansi ke Jogja, Surabaya, bahkan luar Jawa.
Meski begitu, Dewi memilih pendekatan pemasaran yang tetap personal dan sesuai karakter handmade produknya.
Menurut Dewi, pemasaran secara massal bisa membuat keunikan produk kurang tercapai, daripada menggunakan platform e-commerce.
“Saya menghindari platform seperti Shopee karena produk saya tidak massal dan setiap satu unik,” tutur Dewi.
Meski begitu, saat ini Dewi mengaku lebih mengandalkan penjualan online di platform Instagram dan WhatsApp.
Pada platform media sosial tersebut, Dewi dapat dengan puas berkomunikasi dengan pelanggan sehingga hasil karyanya lebih maksimal diterima pelanggan.
“Saya lebih mengandalkan Instagram dan WhatsApp untuk komunikasi langsung dengan pelanggan,” jelasnya.
Selain pemasaran online, Dewi aktif ikut berbagai pameran dan festival kerajinan.
Berbagai festival tersebut sekaligus dapat menjadi media edukasi bagi masyarakat tentang keunikan ecoprint.
Kerajinan yang diikutinya juga menjadi wadah bertemu dengan berbagai perajin lain dalam sebuah komitmen dan mengembangkan UMKM-nya.
Bahkan menurut Dewi, UMKM tersebut mendukung usaha perajin satu sama lain.
Kolaborasi Antar UMKM untuk Memperkuat Jaringan

Dalam usahanya, Dewi tidak serta-merta berjalan sendiri dalam menjalankan usahanya.
Ia menggandeng penjahit lokal, pengrajin bambu, dan pengrajin lurik untuk memperkaya produk dan memperluas jaringan pemasaran.
“Saya percaya kolaborasi itu kunci agar kita bisa saling menguatkan, bukan saling menjatuhkan,” katanya.
Hasil kolaborasi ini menghasilkan produk turunan misalnya seperti baju, tas, topi, hingga payung ecoprint.
Berbagai karya tersebut hingga saat ini bisa dibilang masih mencuri perhatian di sebuah festival kerajinan.
Pemberdayaan Komunitas dan Edukasi UMKM

Selain memproduksi karya kerajinan, Dewi juga aktif memberikan pelatihan dan workshop.
Hingga saat ini, ada beberapa komunitas yang diikuti Dewi.
Hal ini dinilai Dewi sebagai suatu ‘modal’ bagi usaha UMKM-nya dan kemudian ia juga dapat berbagi dengan perajin lain.
Bahkan, Dewi juga aktif dalam melakukan edukasi dan pelatihan.
Seperti itu, terbatas untuk ibu rumah tangga dan perempuan di desanya agar mereka bisa mandiri secara ekonomi melalui ecoprint.
“Banyak yang tertarik dan mulai usaha sendiri setelah ikut pelatihan. Itu membuat saya bahagia bisa berbagi ilmu,” ujarnya.
Usaha pemberdayaan ini menjadi bagian penting dari kontribusi Dewi dalam memperkuat ekonomi kreatif berbasis komunitas.
Eksplorasi Potensi Lokal Melalui Motif Daun Jambu Mete
Daun jambu mete yang menjadi ciri khas produk Alodie bukan tanpa alasan.
Dewi menilai tanaman ini sebagai simbol lokal Wonogiri yang belum banyak diangkat ke ranah kreatif.
“Kebanyakan orang cuma tahu kacang mede-nya saja, padahal daunnya juga bisa jadi motif cantik yang unik,” ungkapnya.
Ke depannya, Dewi berharap dapat mengembangkan motif khas yang lebih eksklusif untuk memperkuat identitas produk sekaligus memperkenalkan Wonogiri di peta industri kreatif nasional.
Mendorong Kebanggaan Produk Lokal

Dengan kerja keras dan inovasi, Dewi berharap produk kerajinan lokal tidak hanya menjadi alternatif, tapi juga pilihan utama masyarakat.
“Saya ingin orang desa bangga pakai produk kita sendiri. Kita punya karya yang keren, tinggal bagaimana kita angkat bersama-sama,” tutupnya.
Melalui Alodie Collection, Dewi membuktikan bahwa peluang dan kemajuan ekonomi bisa datang dari tangan-tangan kreatif yang memanfaatkan kekayaan alam dan budaya lokal.
Cek Artikel dan Berita lainnya di
(Cynthiap/Tribunshopping.com)
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!